pengetahuan tentang gigi



Gangguan asma ternyata bisa dikurangi dengan pijatan di gusi. Penerapinya juga bukan harus dokter spesialis paru. Sangat bagus jika dokter puskesmas menguasai teknik terapi temuan Dr drg Haryono Utomo SpOrt itu.
ALAT terapi tersebut berupa besi steril seukuran jarum goni sepanjang 10 cm, ujungnya berbentuk bulan sabit. Di kalangan dokter gigi, alat itu biasa dipakai membersihkan karang gigi. Namanya sickle shaped scaler. Tapi, bagi Dr drg Haryono Utomo SpOrt, besi kecil tersebut juga bisa digunakan memijat gusi.
Caranya simpel. Gusi geraham bagian atas ditekan-tekan dengan alat tersebut sekitar tiga menit, nyut… nyut… yut… selesai. Bayangan gusi ditekan dengan besi tentu sangat sakit. Tapi, ”Pemijatan seperti itu sama sekali tak menimbulkan rasa sakit,” kata Haryono.
Ternyata, pijatan tersebut bisa mengurangi berbagai keluhan penyakit. Mulai vertigo, nyeri haid, sinusitis, asma, hingga keluhan sulit tidur. Haryono menamakan terapi itu sebagai assisted drainage. Atas temuannya tersebut, pria 50 tahun itu mendapat anugerah sebagai lulusan terbaik program doktoral ilmu kedokteran Universitas Airlangga (Unair) tahun lalu.
Haryono menjelaskan, gusi merupakan tempat mengumpulnya kuman. Karena itu, rongga mulut yang tidak bersih sangat rentan memicu penyakit. Pemijatan pada gusi bisa memicu peningkatan suhu lokal. ”Langkah itu juga melebarkan pembuluh darah,” katanya.
Jika pembuluh darah lancar, pertahanan tubuh akan meningkat. Memang, ketika dipijat, gusi akan mengeluarkan darah. Namun, sama sekali tak sakit karena yang keluar itu adalah darah kotor. ”Kalau pembuluh darah lancar, racun akan lebih mudah dinetralisasi,” paparnya.
Dokter yang sehari-hari bertugas di klinik spesialis Fakultas Kedokteran Gigi, Unair, itu melakukan terapi pijat gusi sejak 1996. Suatu hari, dia didatangi pasien seorang dokter yang meminta pembersihan karang gigi. ”Karang gigi saya bersihkan disertai pemijatan gusi,” kata Haryono yang merahasiakan nama dokter pasiennya itu. Beberapa hari kemudian, dokter tersebut mengontak Haryono. ”Dia girang karena vertigo yang lama diidapnya juga lenyap,” ungkapnya.
Tampaknya, kabar itu berkembang dari mulut ke mulut, sehingga Haryono tak hanya didatangi pasien dengan keluhan seputar gusi dan gigi. ”Yang datang ke saya justru (pasien) macam-macam (keluhan). Mulai nyeri haid sampai sulit tidur,” paparnya. ”Untungnya, terapi pijat gusi ternyata membuahkan hasil. Saya juga heran, sederhana kok hasilnya luar biasa,” lanjut dia.
Melihat kenyataan itu, Haryono berusaha meneliti lebih dalam pengalaman praktiknya tersebut. Pada 2007, bersama Dr dr Anang Endaryanto SpA (K), dia meneliti terapi gusi untuk penyembuhan asma anak-anak.
Haryono menerapi 30 anak pengidap asma. ”Saya terapi (pijat gusi, Red) tiga menit,” ujarnya. Dua bulan setelah terapi, dicek. Apakah masih ada gangguan asma. Ternyata, tidak ada.
Dokter Anang juga menguji faal paru anak-anak tersebut, ternyata tidak ada masalah. Menurut dia, jalur persarafan antara rongga mulut dan hidung sama, yakni nervus maxillaris.
Di Indonesia, asma termasuk penyakit menakutkan. Hasil penelitian Departemen Kesehatan -kini Kementerian Kesehatan- pada 2007 menggambarkan, setidaknya satu di antara sepuluh anak mengidap asma.
Penelitian itu juga menjelaskan bahwa asma termasuk penyakit mematikan nomor tujuh di Indonesia. Menurut catatan WHO, pada 2005, sekitar 300 juta penduduk dunia mengalami gangguan asma.
Haryono melanjutkan penelitiannya melalui tikus wistar yang dikondisikan asma. ”Ternyata, setelah gusi tikus dipijat, gangguan asmanya juga berkurang,” urainya. Penelitian itulah yang mengantarkan dirinya meraih ijazah doktor.
Saat ujian doktor, Haryono bercerita, sejumlah guru besar dari kampus lain kagum pada penjelasannya. ”Kok bisa dokter gigi menyembuhkan asma. Ternyata terbukti,” katanya menirukan ucapan para guru besar itu. ”Di text book mana pun, kata profesor (terapi pijat gusi, Red) itu juga tidak ada,” lanjutnya lantas tertawa.
Pengalaman pria yang memulai karir sebagai dokter gigi pada 1985 itu kemudian ditularkan ke beberapa koleganya. Dia menjelaskan terapinya itu dalam berbagai seminar. Dia berharap dokter yang bertugas di puskesmas bisa menerapkan terapi temuannya tersebut. ”Berapa besar nyawa orang terselamatkan bila dokter puskesmas bisa (terapi pijat gusi),” ujar pria yang pernah bertugas di Puskesmas Kedundung, Mojokerto, tersebut.
Haryono yang sebelumnya juga mengidap asma selama tujuh tahun terakhir tidak lagi merasakan serangan penyakit tersebut. Kini, dia mengaku lebih leluasa beraktivitas mulai pagi hingga petang. Selain bertugas di klinik spesialis Fakultas Kedokteran Gigi, Unair, dia buka praktik di rumahnya, di kawasan Dharma Husada. Dia juga bisa tidur telentang dengan pulas. Paginya bisa menjalankan aktivitas tanpa gangguan serangan pernapasan itu.
Dulu, ketika masih mengidap asma, saat malam, dokter kelahiran Magelang tersebut kadang harus beristirahat, duduk. Dia mengantisipasi jika asma tiba-tiba menyerang. ”Kalau lagi kambuh, jangan coba-coba tidur telentang, rasanya seperti dibekap layaknya orang tenggelam,” tuturnya.
Bahkan, jika serangan datang, bapak dua anak itu harus nungging-nungging menahan sakit. ”Serangan macam-macam sudah saya rasakan. Saya termasuk lama menderita penyakit itu. Mulai usia delapan tahun sampai 43 tahun,” katanya lantas tertawa.
Penyakit tersebut sedikit demi sedikit berkurang saat Haryono berobat ke dokter gigi. Kala itu, Haryono mendatangi klinik koleganya untuk membetulkan tambalan gigi geraham atas yang lepas. Gusinya memang tidak dipijat, tapi beberapa titik di gusinya pasti tersentuh saat penambalan. ”Lho kok serangan asma saya berkurang,” katanya. Setelah beberapa kali mendatangi klinik dan membetulkan geraham atasnya, serangan asma itu justru hilang sama sekali.
Kini, dia siap menggelar beberapa seminar untuk lebih mengenalkan temuannya tersebut agar lebih banyak dokter yang bisa praktik pijat gusi.

sumber:ilmukedokterangigi.com

0 komentar: